Perbandingan Virus Corona COVID-19, SARS, dan MERS

Virus corona COVID-19 saat ini menjadi pembicaraan yang kian memanas di berbagai negara. Berbagai negara sedang berupaya untuk melindungi masyarakatnya dari virus yang berasal dari Wuhan, China ini.

Virus corona dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan, mulai dari flu biasa hingga penyakit yang lebih parah, bahkan dapat menyebabkan kematian.

Sejak pertama kali ditemukannya virus corona hingga saat ini, jumlah total kasus infeksi COVID-19 di seluruh dunia telah mencapai 328.275 kasus. Dari kasus-kasus tersebut, sebanyak 14.366 orang dinyatakan meninggal dunia dan sebanyak 95.656 pasien dinyatakan sembuh.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan wabah infeksi virus corona sebagai pandemi karena penyebarannya yang begitu cepat ke berbagai negara di dunia. Ada tiga kriteria umum agar bisa dinyatakan sebagai pandemi, yaitu:

  1. virus dapat menyebabkan kematian atau penyakit;
  2. penularan virus yang berkelanjutan dari satu individu ke individu lainnya;
  3. bukti penyebaran virus ke seluruh dunia.

Penyebaran virus corona atau COVID-19 sejauh ini sering kali dikaitkan dengan virus yang serupa , yakni SARS-CoV (Severe Acute Respiratory Syndrome-Coronavirus).

Bila dibandingkan dengan COVID-19, tingkat kematian akibat SARS yang penyebarannya termasuk ke dalam kategoti epidemi justru lebih tinggi yaitu mencapai 9,6 persen. Namun jumlah pasien yang meninggal akibat SARS jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan COVID-19.

Selain SARS, ada juga MERS (Middle East Respiratory Syndrome) yang juga masuk ke dalam kategori penyakit epidemi karena penyakit menyebar secara aktif.

Sumber penyebaran COVID-19 dan SARS adalah dari negara Asia, Sedangkan MERS berasal dari Timur Tengah.

Berikut ini kita akan membandingkan ketiga penyakit yang disebabkan oleh virus yang serupa tersebut.

SARS

Perbandingan Virus Corona COVID-19, SARS, dan MERS

SARS pertama kali teridentifikasi di Provinsi Guangdong di China Selatan pada November 2002. Dalam hitungan beberapa bulan saja, SARS telah menyebar ke 37 negara di Amerika Utara, Amerika Selatan, Eropa, dan Asia. Termasuk diantaranya Jepang, Singapura, Kanada, Jerman, Vietnam, Taiwan, Swiss, Thailand, Amerika Serikat, Italia, Australia, dan Brasil.

SARS adalah penyakit mirip influenza yang kadang-kadang menyebabkan insufisiensi pernapasan yang parah. SARS atau Severe Acute Respiratory Syndrome ini adalah penyakit yang berasal dari virus corona SARS-CoV.

Virus ini diperkirakan berasal dari hewan luwak, yang dijual di pasar makanan hewan konsumsi dan kemungkinan telah terinfeksi virus corona melalui kontak dengan kelelawar sebelum ditangkap dan dijual. Kelelawar sering menjadi inang dari berbagai virus berbahaya.

SARS jauh lebih parah daripada infeksi virus corona lainnya. Penyebaran SARS termasuk dalam kategori epidemi sejak menyebar ke berbagai negara di dunia pada Juli 2003.

Secara umum, orang yang dinyatakan mengidap SARS akan merasakan demam yang tinggi dengan suhu tubuh mencapai lebih dari 38 derajat Celcius. Selain itu, penderita juga akan merasakan gejala lain seperti gangguan pernapasan, sakit kepala, dan sekujur tubuh terasa sakit.

Sekitar 10 hingga 20 persen orang yang divonis SARS juga mengalami diare. Penderita SARS juga akan mengalami batuk kering dan pneumonia dalam kurun waktu dua hingga tujuh hari setelah dinyatakan positif.

SARS ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui kontak pribadi. Virus SARS paling mudah ditularkan melalui tetesan pernapasan yang dihasilkan ketika penderita batuk atau bersin. Virus ini disebut juga bisa mengkontaminasi permukaan atau benda sehingga orang yang menyentuhnya kemungkinan besar akan tertular.

WHO menyatakan total kasus yang positif mengidap SARS mencapai 8.437 orang di seluruh dunia dan 813 orang dinyatakan meninggal dunia. Dalam waktu delapan bulan sejak kasus pertama dilaporkan, tercatat ada 8.096 orang yang dinyatakan positif mengidap SARS.

Tingkat kematian yang diakibatkan oleh SARS terhitung rendah yaitu sekitar 9,63 persen. Korban yang meninggal dunia terbanyak tercatat di China dan Hongkong.

Menurut penelitian, butuh waktu sekitar delapan bulan bagi virus SARS agar bisa menyebar ke individu lain. Sementara dibutuhkan waktu setidaknya 8,5 bulan sampai korban meninggal dunia.

Menurut Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC) di Amerika Serikat, wabah ini telah mereda, dan tidak ditemukan adanya kasus baru yang teridentifikasi sejak 2004. Kendati demikian, virus ini tidak bisa dianggap hilang karena masih ada hewan yang menjadi inang dari virus ini sehingga bisa muncul kembali.

MERS

Perbandingan Virus Corona COVID-19, SARS, dan MERS

MERS (Middle East Respiratory Syndrome) atau yang dikenal dengan sindrom pernapasan Timur Tengah ini pertama kali dilaporkan berasal dari Arab Saudi pada September 2012. Sama halnya seperti SARS, MERS juga merupakan penyakit pernapasan yang disebabkan oleh virus corona.

Sejak kasus pertama dilaporkan, tercatat ada 2.494 kasus MERS dengan 858 kematian yang dilaporkan dari 27 negara. Semua kasus MERS disebut berasal dari negara-negara Arab dan sekitarnya, dengan 80 persen melibatkan Arab Saudi, termasuk perjalanan ke negara tersebut.

Wabah virus MERS dengan tingkat kematian terbesar yang diketahui berada di luar Arab, terjadi di Korea Selatan. Wabah ini disebut berasal dari seorang pelancong yang kembali dari negara di Timur Tengah.

Kasus-kasus juga telah dikonfirmasi oleh negara-negara di Eropa, Asia, Afrika Utara, dan Amerika Serikat pada pasien yang dipindahkan ke sana untuk dirawat, atau orang yang menjadi sakit setelah kembali dari Timur Tengah.

Seperti kebanyakan virus corona, virus penyebab MERS ini juga bersifat zoonosis, yakni virus ditularkan dari hewan ke manusia. Banyak dugaan bahwa virus MERS kemungkinan besar berpindah dari kelelawar ke unta dromedaris sebelum menularkannya ke manusia.

Virus MERS ini dapat ditularkan dari orang ke orang melalui kontak langsung, tetesan cairan pernapasan seperti batuk atau bersin. Masa inkubasi untuk virus MERS ini adalah sekitar 5 hari.

Dari sebagian besar kasus yang dilaporkan, pasien mengalami penyakit pernapasan parah sehingga memerlukan perawatan khusus, dengan tingkat kematian mencapai 34,45 persen.

Namun sedikitnya ada pasien yang mengalami gejala ringan, seperti demam, menggigil, batuk, diare, muntah, sakit perut, atau tanpa gejala.

Meskipun angka penyebaran dan korban yang meninggal lebih kecil dibandingkan SARS, namun tingkat kematian akibat MERS sangat tinggi, yaitu mencapai 34,45 persen.

Infeksi cenderung lebih parah pada lansia dan pada pasien dengan riwayat penyakit berat seperti diabetes, gangguan jantung kronis, atau gagal ginjal kronis. Tingkat risiko kematian mencapai 52,7 persen pada penderita berusia 80 tahun ke atas.

Menurut penelitian, butuh waktu satu tahun sejak kasus MERS pertama kali dilaporkan hingga bisa menginfeksi sekitar 203 orang. Sementara jumlah kematian akibat MERS mencapai 106 orang dalam waktu satu tahun.

COVID-19

Perbandingan Virus Corona COVID-19, SARS, dan MERS

COVID-19 pertama kali dilaporkan dari pasar makanan laut Huanan di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China pada akhir tahun 2019. Kelelawar dan trenggiling diduga menjadi sumber penyebaran virus corona.

COVID-19 (Coronavirus Disease 2019) adalah penyakit pernapasan yang disebabkan oleh novel coronavirus (2019-nCoV) yang dinamai (SARS-CoV-2). Struktur virus corona baru ini disebut serupa dengan SARS-CoV, namun cenderung tidak terlalu mematikan.

Sekitar 10 persen orang yang terinfeksi kemungkinan akan mengalami kematian. Dibandingkan dengan SARS dan MERS, penyebaran COVID-19 ini justru lebih cepat, yakni dalam hitungan satu atau dua bulan.

Berdasarkan data dari Johns Hopkins University, hingga hari ini Senin (23/3) kasus yang tercatat dari 169 negara yang terinfeksi, ada 328.275 kasus dengan angka kematian 14.366 dan pasien yang berhasil sembuh sebanyak 95.656 orang di seluruh dunia.

Sampai saat ini, ilmuwan belum bisa mengukur tingkat fatalitas virus ini karena jumlah pasien semakin bertambah.

Dibandingkan dengan tingkat kematian yang dialami akibat MERS, tingkat kematian akibat COVID-19 ini justru lebih rendah walaupun jumlah korban yang meninggal dunia sejauh ini menjadi yang terbanyak.

Penularan virus ini juga masih sama seperti kedua virus pendahulunya, yakni melalui tetesan cairan dari penderita ketika batuk atau bersin. Penularan bisa juga terjadi melalui kontak dengan permukaan atau benda yang terkontaminasi oleh virus.

Penderita COVID-19 umumnya memiliki gejala seperti demam, batuk, dan sesak napas. Beberapa orang yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala apapun, namun ada juga yang mengalami penyakit pernapasan parah, bahkan meninggal dunia.

Masa inkubasi virus corona baru ini diperkirakan berkisar antara 1 sampai 14 hari. Tindakan karantina dan isolasi sedang diterapkan dalam upaya membatasi penyebaran wabah ini secara lokal, regional, maupun global.